Cari Blog Ini

08 Februari 2009

karma dan punarbhava

Hubungan Karma dengan Punarbhava

I. Pendahuluan

Ajaran Sang Buddha mengajarkan jalan tengah yang menghindari 2 pandangan ekstrim yaitu memuaskan hawa nafsu dan menyiksa diri untuk mencapai kebebasan. Sang Buddha juga mengajarkan 4 kesunyataan mulia, paticcasamuppada, tilakkhana, kamma, dan punarbhava. Kesemuanya itu merupakan ajaran pokok dari sang Buddha. Setiap ajaran dari Sang Buddha mempunyai hubungan atau ada keterkaitan. Demikian juga karma dan punarbhava mempunyai hubungan yang sangat dekat.

II. Karma

Kata “kamma” berasal dari bahasa pali, dan kata “karma” berasal dari bahasa sanskerta. Karma adalah perbuatan manusia ketika hidup di dunia; hukum sebab akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 509). Karma juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh jasmani, perkataan, dan pikiran yang baik maupun yang jahat (Abhidhammathasangaha, 2005: 277). Dalam Anggutara Nikaya, Sang Buddha juga mengatakan bahwa “para bhikkhu, kehendak untuk berbuat itulah yang kunamakan karma. Setelah timbul kehendak dalam batinnya, seseorang melakukan perbuatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karma merupakan perbuatan dari suatu mahluk melalui pikiran, ucapan, dan badan jasmani yang disertai dengan niat (cetana). Segala bentuk perbuatan dapat disebut dengan karma bila disertai dengan niat (cetana). Semua mahluk dapat melakukan karma kecuali telah mencapai tingkat kesucian tertinggi (arahat). Seorang arahat tidak melakukan karma karena ia telah menghentikan proses karma. Perbuatan yang ia lakukan disebut kiriya yang tidak akan menimbulkan akibat apapun. Karma akan menimbulkan akibat atau hasil disebut vipaka atau akibat karma. Adanya suatu perbuatan atau karma yang menimbulkan akibat atau vipaka disebut hukum karma atau hukum sebab akibat.

Dalam Anggutara Nikaya, III, 415 dijelaskan bahwa perbuatan (karma) seseorang ditentukan oleh salah satu dari tiga faktor yaitu rangsangan luar, motif yang disadari dan motif yang tidak disadari. Labih lanjut dijelaskan bahwa kontak (phassa) merupakan penyebab dari perilaku (karma). Rasangan dari luar adalah gerakan refleks atau perilaku yang mengikuti rangsangan indria. Motif yang disadari adalah dosa (kebencian), lobha (keserakahan), moha (kebodohan), alobha (ketidak serakahan), adosa (tidak membenci), dan amoha (ketidak bodohan). Sedangkan motif yang tidak disadari adalah keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama) dan keinginan untuk menghindar dari kematian (amaritukama). Ketiga faktor tersebut merupakan sebab terjadinya suatu karma yang akan menimbulkan akibat. Sedangkan dalam paticcasamuppada, ketidak-tahuan (avijja) merupakan sebab utama yang menimbulkan karma.

Dalam agama Buddha tidak ada pembuat kamma karena ajaran Buddha mengajarkan anatta (tanpa inti). Dalam Visudhi-Magga, bhikkhu Budhagosa mengatakan bahwa “ Tak ada pelaku yang menjalankan perbuatan (kamma), ataupun seseorang yang merasakan buahnya, hanyalah suku cadang penunjang yang bergulir terus, inilah sesuangguhnya yang betul”.

III. Punarbhava

Punarbhava adalah kelahiran kembali atau tumumbal lahir. Dalam agama Buddha dikenal juga dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Ketika seseorang akan meninggal dunia, kesadaran ajal (cuti citta) mendekati kepadaman dan didorong oleh kekuatan-kekuatan kamma. Kemudian kesadaran ajal padam dan langsung menimbulkan kesadaran penerusan (patisandhi vinnana ) untuk timbul pada salah satu dari 31 alam kehidupan sesuai dengan karmanya.

Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir (Dhammananda, 2004: 141). Dengan memadamkan nafsu keinginan maka kita dapat menghentikan tumimbal lahir. Nafsu keinginan ini merupakan salah satu sebab yang menimbulkan karma dan menimbulkan proses kelahiran kembali.

Ajaran agama Buddha tentang tumimbal lahir harus kita bedakan dari ajaran tentang perpindahan dan reinkarnasi dari agama lain. Tumimbal lahir atau punarbhava yang disebut juga penerusan (patisandhi) bukan perpindahan roh karena dalam agama Buddha tidak mengenal roh yang kekal dan berpindah. Dalam agama Buddha dikenal dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Secara umum ada 4 cara tumimbal lahirnya mahluk-mahluk, yaitu Jalabuja-yoni (lahir melalui kandungan seperti manusia, sapi, dan kerbau), andaja-yoni (lahir melalui telur seperti ayam, bebek, dan burung), sansedaja-yoni (lahir melalui kelembaban seperti nyamuk dan ikan), dan opapatika-yoni (lahir secara spontan seperti mahluk-mahluk alam dewa dan peta).

Ada dua pendapat tentang tumimbal lahir, yang pertama menurut Abhidhamma bahwa tumimbal lahir terjadi segera setelah kematian suatu mahluk tanpa keadaan antara apapun. Sedangkan yang kedua ada yang berpendapat bahwa suatu mahluk setelah mati maka kesadaran atau energi mental mahluk tersebut tetap ada dalam suatu tempat, didukung oleh energi mental akan nafsu dan kemelekatannya sendiri, menunggu hingga cepat atau lambat tumimbal lahir terjadi.

Seorang Buddha atau arahat tidak akan terlahir kembali karena telah menghentikan karma. Dalam Dhammacakkapavatana sutta sang Buddha mengatakan bahwa “inilah kelahiran-ku yang terakhir, tiada lagi tumimbal lahir bagi-ku”. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Buddha tidak akan terlahir kembali.

Kelahiran kembali bukanlah suatu karangan belaka, sekarang ini para ahli sedang mengumpulkan bukti-bukti adanya suatu tumimbal lahir. Dalam film “Past Lives: Stories of Reincarnation”, disana memuat cerita orang-orang yang dapat mengingat kehidupan lampaunya.

IV. Hubungan Karma dengan Punarbhava

Karma dan Punarbhava mempunyai hubungan yang saling bergantungan. Ada hubungan sebab akibat antara karma dan punarbhava. Karma menyebabkan proses tumimbal lahir suatu mahluk. Dalam culakammavibhanga sutta dijelaskan bahwa “setiap mahluk adalah pemilik perbuatannya sendiri, terwarisi oleh perbuataannya sendiri, lahir dari perbuatannya sendiri, berhubungan dengan perbuatannya sendiri, dan terlindung oleh perbuatannya sendiri”. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatu mahluk terlahir karena perbuatannya sendiri. Karma yang menyebabkan suatu mahluk mengalami tumimbal lahir. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah karma bukan satu-satunya sebab yang menimbulkan suatu mahluk mengalami kelahiran kembali. Selain karma ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terlahirnya suatu mahluk. Ada tiga syarat yang diperlukan untuk kelahiran suatu mahluk yaitu senggama antara orang tua, ibu dalam masa subur, dan hadirnya gandhaba. Gandhaba adalah janin atau calon individu suatu mahluk.

Karma dapat menjelaskan pertanyaan, mengapa suatu mahluk tidak ada yang sama dan berbeda. Ada orang yang tinggi-pendek, kaya-miskin, cacat-normal, dll. Dalam Culakammavibanga sutta dijelaskan mengapa orang terlahir berbeda-beda. Salah satunya dijelaskan bahwa seseorang yang membunuh mahluk hidup dan tidak mempunyai belas-kasihan terhadapnya, akibat dari perilakunya tersebut, ia akan dilahirkan kembali di alam yang buruk setelah meninggal. Dalam mahakammavibhanga sutta sang Buddha menjelaskan bahwa beberapa petapa dan brahmana mempunyai kekuatan batin dapat melihat mahluk-mahluk di alam lain. Kekuatan untuk dapat melihat mahluk-mahluk alam lain yang muncul dan lenyap sesuai dengan karmanya masing-masing disebut Dibbacakkhu-nana. Ada juga sesuatu kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau disebut pubbenivasanussati-nana. Dengan memiliki dua kekuatan batin tersebut kita bisa membuktikan adanya tuimbal lahir atau kelahiran kembali.

Suatu mahluk yang melakukan karma maka ia akan menerima akibat dari karma yang telah ia lakukan itu. Akibat karma tersebut dapat berakibat pada kehidupan sekarang dan yang akan datang. Dalam Visuddhimagga, Buddhagosa menjelaskan ada pembagian karma menurut waktunya. Ada empat jenis yaitu ditthadhammavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan sekarang), uppajjavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan setelah kehidupan sekarang ini), Aparaparavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan selanjutnya), dan ahosi kamma (kamma yang tidak memberikan akibat karena jangka waktunya telah habis). Karma seseorang yang telah ia lakukan tidak hanya akan menimbulkan akibat pada kehidupan sekarang ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya.

Dalam paticcasamuppada dijelaskan dengan jelas bagaimana hubungan karma dengan punarbhava. Avijja sebagai sebab terdekat yang menimbulkan sankhara (bentuk-bentuk karma). Sankhara ini wujud aslinya adalah kamma 29 atau cetana 29, yaitu akusala citta 12, mahakusala citta 8, rupavacarakusala citta 5, dan arupavacarakusala citta 4. Kemudian sankhara ini akan menimbulkan Vinnana (kesadaran). Kesadaran inilah yang merupakan proses tumimbal lahir. Vinnana ini akan menimbulkan Nama-Rupa atau Pancakhanda yang akan menimbulkan suatu mahluk. Hal tersebut menjelaskan hubungan antara karma dan punarbhava yang sangat dekat.

V. Kesimpulan

Karma dan punarbhava mempunyai sifat sebab akibat. Suatu kehidupan mahluk adalah karena akibat dari karma yang telah dilakukan. Suatu kehidupan adalah suatu rangkaian karma. Pada suatu kelahiran kembali (punarbhava), setiap orang akan melakukan suatu perbuatan (karma). Ketika seseorang berpikir dan bertindak, pikirannya secara spontan berubah melalui dorongan keinginan dan ketergantungan yang menuju kepada keberadaan dan kelahiran sesuai dengan hukum ketergantungan (paticcasamuppada) (Buddhadasa, 2005: 20). Kelahiran kembali merupakan bagian dari kehidupan, dan kehidupan adalah suatu arus kesadaran (vinnana) yang berlangsung terus berdasarkan kekuatan karma (Cornelis Wowor, 2004: 68). Bila seseorang belum bisa menghentikan proses karma maka ia akan mengalami kelahiran kembali. Seorang arahat dan Buddha tidak akan mengalami kelahiran kembali karena telah menghentikan karma. Karma menyebabkan kelahiran dan kematian suatu mahluk. Suatu mahluk terlahir karena karma yang telah dilakukannya dan suatu mahluk mati karena kekuatan karma pada kehidupan itu telah habis. Karma dan punarbhava merupakan ajaran pokok dari sang Buddha yang mempunyai keterkaitan dan memiliki sifat sebab-akibat.

Referensi:

Ø Kalupahana, David J. 1986. Filsafat Buddha: Sebuah Analisis Historis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ø Piyadassi, Mahatera. 2003. Spektrum Ajaran Buddha. Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna.

Ø Buddhadasa, Bhikkhu. 2005. Pesan – Pesan Kebenaran. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.

Ø Wowor, Cornelis. 2004. Hukum Kamma Buddhis. Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana.

Ø Dhammananda. 2004. Keyakinan Umat Buddha. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.

Ø Kaharudin, pandit jinaratana. 2004. Rampaian Dhamma. Jakarta: DPP PERVITUBI.

Ø Narada, bhikkhu. 1998. Sang Buddha dan Ajaran-Ajaran-Nya. Jakarta:P Yayasan Dhammadipa Arama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar