Cari Blog Ini

11 Februari 2009

Kamma

Kamma

Kata kamma berarti perbuatan. Dalam Agama Buddha yang disebut kamma adalah suatu perbuatan berupa pikiran, perkataan, dan kehendak yang didahului oleh niat atau kehendak. Perbuatan itu akan memberikan akibat yang disebut vipaka atau phala (buah). Perbuatan yang baik (kusala kamma) akan menimbulkan akibat yang menyenangkan dan perbuatan yang tidak baik (akusala kamma) akan berakibat pula yang tidak menyenangkan.

Sang Buddha pernah bersabda, "O bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma. Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan, dan pikiran." (Anguttara Nikaya, II: 415).

Kamma bukanlah suatu ajaran yang membuat manusia cepat putus asa dan juga bukan ajaran tentang adanya nasib yang sudah ditakdirkan. Kamma meliputi apa yang telah lampau dan keadaan pada saat ini. Keduanya bersama-sama mempengaruhi pula hal-hal yang akan datang. Oleh karena itu, saat sekarang, saat yang nyata, dan berada dalam tangan kita sendiri ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Semua perbuatan pada umumnya menimbulkan akibat dan akibat ini merupakan pula sebab lain yang meghasilkan akibat yang lain dan begitu seterusnya, sehingga kamma sering juga disebut sebagai hukum sebab akibat.

Sang Buddha pernah bersabda," Sesuai benih yang ditaburkan, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebaikan akan mendapatkan kebaikan, pepmbaut kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah benih-benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah-buah dari padanya." (Samnyutta Nikaya I:227).

Sumber:

  1. Mengenal Lebih Dekat Agama Buddha, Dharma K. Widya, Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, September 2002.
  2. Hidup danKehidupan, Pandit J. Kaharuddin, Tri Sattva Buddhist Centre Pumpunan Pengajaran Agama Buddha, Asadha 1991.

http://www.buddhistonline.com/dasar/kamma.shtml

Jalan Tengah

Jalan Tengah

Jalan Tengah tidak mengarah pada kekekalan diri (sassata) ataupun kemusnahan diri (uccheda).
Secara teoritis, Jalan Tengah yang sering disebut sebagai Jalan Mulia Berunsur Delapan ini dapat dirinci, sebagai berikut:

Pengertian benar
Pikiran benar

»»

Kebijaksanaan

Ucapan benar
Perbuatan benar
Penghidupan benar

»»

Kemoralan

Usaha benar
Perhatian benar
Konsentrasi benar

»»

Konsentrasi

Pengertian Benar:
Pada hakekatnya adalah pengertian benar tentang Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani), yaitu:

  1. Kebenaran mulia tentang penderitaan
  2. Kebenaran mulia tentang sebab penderitaan
  3. Kebenaran mulia tentang terhentinya penderitaan
  4. Kebenaran mulia tentang jalan menuju terhentinya penderitaan

Dalam pengembangannya, pengertian benar ini masing-masing terdiri dari tiga tahap, yaitu:

  1. Sacca nana, pengetahuan bahwa hal ini adalah kebenaran sejati
  2. Kicca nana, pengetahuan bahwa fungsi tertentu dari kebenaran ini harus dijalankan
  3. Kata nana, pengetahuan bahwa fungsi-fungsi tertentu dari kebenaran ini telah dijalankan

Sehingga semuanya terdiri dari duabelas segi pandangan.

Dengan cara lain, dalam Kitab Uparipannasa, pengertian benar dirinci menjadi lima tingkat, yaitu:

  1. Kammassakata sammaditthi
    Berarti pengertian benar tentang keselarasan perbuatan (kamma niyama) yang pada pokoknya menerangkan bahwa setiap perbuatan akan memberikan akibat yang setimpal; dan setiap mahluk memiliki, mewarisi, terlahir, berhubungan dan terlindung oleh kammanya sendiri.
  2. Vipassana sammaditthi
    Pengertian benar yang timbul setelah penyadaran jeli terhadap jasmani dan batin (rupa dan nama dhamma) Pengertian benar ini tidak dapat diperoleh hanya melalui penghafalan kitab-kitab suci atau pun melalui kecerdasan otak, tetapi timbul dari pengamatan langsung terhadap aktivitas jasmani dan batin sehingga dapat menyadari sifatnya yang anicca, dukkha dan anatta.
  3. Magga sammaditthi
    Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indera dan batin sebagaimana adanya sehingga merealisasi magga nana.
  4. Phala sammaditthi
    Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indera dan batin sebagaimana adanya sehingga merealisasi phala nana. Begitu penembusan magga nana terealisasi, maka langsung diikuti dengan phala nana.
  5. Paccavekkhana samaditthi
    Pengertian benar berupa perenungan setelah phala nana atas perealisasian yang telah dicapai.

Pikiran Benar
Tidak lain adalah pikiran yang melepaskan kesenangan dunia, dan yang bebas dari kemelekatan serta sifat mementingkan diri sendiri (nekkhamasankappa). Pikiran yang penuh kemauan baik, cinta kasih, kelemahlembutan, dan yang bebas dari itikad jahat, kebencian, dan kemarahan (avyapadasankappa). Dan pikiran yang penuh belas kasihan, dan yang bebas dari kekejaman dan kebengisan (avihimsasankappa).

Ucapan Benar
Pada dasarnya adalah ucapan yang bukan dusta / bohong, fitnah, kasar, dan kosong. Seseorang yang berpantang atau menghindari ucapan seperti ini berarti telah berlatih berkata benar. Ucapan benar adalah sammavaca virati, salah satu dari 52 jenis faktor batin (cetasika), yang termasuk dalam kelompok pantangan. Seseorang yang berpantang dari ucapan salah, akan melatih atau melaksanakan ucapan yang berisi kebenaran, ucapan yang dapat dipertanggungjawabkan, ucapan yang lemah lembut, dan ucapan yang berguna.

Perbuatan Benar
Adalah perbuatan yang:

  • Bukan pembunuhan terhadap manusia maupun binatang
  • Bukan pencurian atas barang yang berharga / tak berharga yang tak diberikan
  • Bukan perzinahan dengan paksa atau atas dasar suka sama suka

Perbuatan dursila semacam ini dapat terjadi karena kurangnya sifat mulia seperti cinta kasih, belas kasihan dan kepuasan.

Seseorang yang berpantang atau menghindari perbuatan buruk di atas berarti telah melakukan perbuatan benar (sammakammanta virati).

Penghidupan Benar
Sekurang-kurangnya adalah penghidupan yang bukan salah satu, sebagian atau semua, dari lima macam perdagangan yang harus dihindari, yaitu: perdagangan senjata pembunuh, perdagangan budak, perdagangan mahluk yang disembelih (daging atau anggota badan lain), perdagangan minuman keras / obat perangsang / obat bius / narkotika, dan perdagangan racun.

Penipuan yang tidak didasari alasan ekonomi, termasuk ucapan salah. Tetapi jika penipuan itu berkaitan dengan perniagaan sebagai mata pencaharian, tentunya tergolong sebagai penghidupan salah.

Begitu juga, penyimpangan hubungan kelamin dengan orang yang terlarang karena alasan tradisi, pemerintahan, agama, jika bukan sebagai mata pencaharian, termasuk perbuatan salah, namun praktik prostitusi tentunya terjajar dalam deretan mata pencaharian yang tergolong sebagai penghidupan salah.

Sementara itu, perdagangan yang melanggar hukum juga dapat dianggap sebagai penghidupan salah.

Bagi para Bhikkhu, penghidupan benar adalah penghidupan yang bersih dari praktik seperti menjadi tukang ramal, dukun, tukang teluh, pesuruh, dan yang bukan merupakan hasil perniagaan dalam bentuk apa pun.

Seperti halnya ucapan benar dan perbuatan benar, penghidupan benar juga dilatih dan dilaksanakan melalui penghindaran atau pantangan (viraati cetasika). Seseorang yang telah menghindari atau berpantang melakukan penghidupan salah berarti telah melaksanakan penghidupan benar.

Usaha Benar
Terdiri dari:

  1. Samvarappadhana, usaha benar dalam mencegah timbulnya hal jahat dan tidak baik yang belum muncul ketika menerima suatu bentuk melalui mata, suara melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah, sentuhan melalui tubuh, atau kesan melalui pikiran.
  2. Pahanappadhana, usaha benar dalam mengatasi hal jahat dan tidak baik yang sudah muncul seperti: nafsu indera, itikad jahat, dan lainnya.
  3. Bhavanappadhana, usaha benar dalam mengembangkan hal baik yang belum muncul, yaitu unsur-unsur pencerahan agung (bojjhanga) yang terdiri dari: perhatian (sati), penyelidikan Dhamma (dhammavicaya), semangat (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi), konsentrasi (samadhi), dan keseimbangan batin (upekkha).
  4. Anurakkhappadhana, usaha benar dalam mempertahankan hal baik yang telah muncul antara lain, yaitu pemusatan batin pada suatu objek meditasi.

Perhatian Benar
Secara garis besar, berisikan empat landasan pengembangan perhatian murni (satipatthana), yang harus dibangun dengan merenungkan:

  1. Jasmani (kayanupassana)
  2. Perasaan (vedananupassana)
  3. Kesadaran (cittanupassana)
  4. Gejala dan Objek batin (dhammanupassana)

Pelaksanakan empat macam perenungan ini dapat menghapus tuntas:

  1. Kekhayalan atas kesenangan (sukhavipallasa)
  2. Kekhayalan atas kelanggengan (niccavipallasa)
  3. Kekhayalan atas adanya diri/kepemilikan (attavipallasa)

Konsentrasi Benar
Konsentrasi yang merupakan penunggalan pikiran pada satu objek (cittekkaggata) ini mempunyai dua jenis tingkat pengembangan, yaitu:

  1. Upacara samadhi, konsentrasi mendekati - jhana
  2. Appana samadhi, konsentrasi penuh di dalam objek - pencapaian jhana

Dalam pencapaian kedua tingkatan di atas, lima rintangan batin (nafsu indera, itikad jahat, kemalasan dan kelambanan batin, kegelisahan dan kekhawatiran batin, serta keraguan skeptis) dapat diendapkan, namun belum dikikis / dihancurkan.

Dengan bersumber acuan pada naskah Pali, Bhikkhu Nyanatiloka, menuliskan dalam bukunya "The Word of the Buddha" bahwa ungkapan figurative "jalan" atau "cara" seringkali disalahmengertikan dengan menganggapnya bahwa faktor-faktor tunggal dari jalan tengah harus dilatih satu per satu sesuai dengan urutannya.

Dalam hal ini, pengertian benar, yaitu penembusan kebenaran yang sempurna, harus disadari lebih dahulu sebelum seseorang dapat berpikir tentang pengembangan pikiran benar, atau tentang pelaksanaan ucapan benar dan seterusnya.

Kenyataannya, tiga faktor (3 - 5) yang membentuk moralitas (sila) haruslah sempurna lebih dulu, karena ini merupakan landasan jalan tengah; baru setelah itu, seseorang dapat mahir di dalam latihan batin yang sistematis dengan mengembangkan tiga faktor (6 - 8) yang membentuk bagian konsentrasi (samadhi).

Hanya setelah persiapan inilah, sifat dan batin seseorang akan sanggup meraih kesempurnaan dalam dua faktor yang pertama (1 - 2); yang membentuk bagian kebijaksanaan (panna).

Dengan kalimat yang lebih sederhana, dapatlah dikatakan bahwa tanpa melaksanakan kelompok moralitas, tidaklah mungkin seseorang dapat meningkatkan kelompok konsentrasi. Dengan tidak meningkatnya kelompok konsentrasi, kelompok kebijaksanaan tidak mungkin akan berkembang.

Kendati demikian, pengertian benar mula-mula yang paling rendah diperlukan pada langkah yang sangat awal karena beberapa pengertian tentang kenyataan-kenyataan penderitaan, dan sebagainya, diperlukan untuk melengkapi alasan-alasan yang meyakinkan; dan sebagai pemacu untuk melaksanakan Jalan Tengah dengan giat. Pengertian benar dalam ukuran tertentu juga diperlukan untuk membantu faktor lain Jalan Tengah dalam memenuhi fungsinya sendiri dengan cermat dan telak dalam tugas bersama, mencapai kebebasan mutlak. Karena alasan ini, dan untuk menekankan betapa penting peranannya, pengertian benar diberi tempat pertama dalam Jalan Tengah.

Jadi, pengertian benar sesungguhnya adalah awal dan juga puncak dari Jalan Tengah.

Disusun oleh: Dhamma Study Group Bogor

http://www.buddhistonline.com/dsgb/bd04.shtml

KARMA, KELAHIRAN KEMBALI, DAN ILMU GENETIKA

KARMA, KELAHIRAN KEMBALI,
DAN ILMU GENETIKA

Oleh :
Buddhadasa. P. Kirthisinghe

Kebahagiaan dan penderitaan, yang umum dialami sebagai nasib dari semua makhluk hidup, terutama bagi manusia, itu menurut pandangan Agama Buddha, tidak dianggap sebagai hadiah atau hukuman, yang diberikan oleh seorang Deva kepada roh yang telah melakukan perbuatan yang baik atau yang buruk. Umat Buddha mempercayai hukum alam, yang dinamai hukum 'sebab dan akibat', yang umum berlaku pada semua gejala-gejala alam. Umat Buddha tidak percaya kepada seorang Deva yang dianggap maha kuasa, dan oleh karena itu hukum 'sebab dan akibat', yang merupakan hukum alam itu, berlakunya tidak dapat dihambat oleh Deva, bahwa juga tidak dapat dihambat oleh semua Buddha, walaupun semua Buddha itu telah memiliki cinta-kasih yang universal.

Hukum 'sebab dan akibat' itu dalam bahasa Sanskrit, dinamai 'karma' dan didalam bahasa Pali, dinamai 'kamma', yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan didalam Agama Buddha. Didalam kata-katanya Sang Buddha, kita temui ajaran yang bunyinya sebagai berikut: " 'Karma' kita sendirilah, atau perbuatan kita sendirilah, yang baik, dan yang buruk, yang menghadiahi dan menghukum kita". Apakah 'karma' itu?. 'Karma' adalah suatu kekuatan, yang kebajikannya, menimbulkan reaksi yang mengikuti sesuatu aksi; 'karma' adalah energi yang membuat jalan keluar; atau yang menyebabkan kita sekarang ini, hidup di alam ini; dan kehidupan kita yang baru ini adalah merupakan suatu aliran kehidupan yang tak habis-habis energinya, yang mengalir secara berlanjut, tanpa henti-hentinya.

Oleh karena itu, Yang Mulia Piyadassi Thera berkata : "Selama ada kemauan selama itu ada perbuatan. Selama ada perbuatan, selama itu ada suatu realitas kejam, yang timbul sebagai akibat dari suatu 'karma' yang buruk; dan selama ada perbuatan, hadiah serta hukuman, itu bukan merupakan kata-kata yang kosong. Keinginan itu menimbulkan perbuatan; perbuatan menimbulkan hasil; hasil itu mempertunjukkan dirinya sebagai suatu corporealitas baru, yang diisi dengan keinginan yang baru. Energi yang bersifat kenyal (= elastis) itu selalu mengubahnya menjadi kehidupan yang segar, dan kita hidup secara abadi melalui keinginan kita yang kuat untuk hidup. Adapun yang menjadi medium-nya, sarana-nya, yang membuat semua kemungkinan itu ada, adalah 'karma'.

Seperti yang dikatakan oleh Dr. Paul Bahlke, dari Jerman, yang dikemukakan didalam naskahnya yang berjudul 'Essay-Essay Buddhis', kita juga berpendapat bahwa, adalah pengetahuan tentang hukum sebab dan akibat, aksi dan reaksi, yang mendorong seseorang untuk mencegah dirinya untuk tidak berbuat jahat dan untuk memperbanyak perbuatan-perbuatan yang baik. Seseorang yang mempercayai hukum sebab dan akibat, mengetahui dengan sangat baik, bahwa hanya perbuatan dirinya sendirilah, yang membuat kehidupannya berisi penderitaan, dan sebaliknya, hanya perbuatan dirinya sendiri pula, yang membuat kehidupannya berisi kebahagiaan.

Keadaan seseorang, hari ini, adalah merupakan hasil dari jutaan pengulangan-pengulangan dari fikiran-fikiran dan perbuatan-perbuatannya. Dia bukan makhluk yang sekali tercipta telah berkeadaan seperti sekarang ini; dia berkeadaan selalu menjadi keadaan yang baru, dan senantiasa tetap mengalami perubahan-perubahan, menjadi sesuatu yang baru, berikutnya lagi. Watak-wataknya ditentukan sebelumnya, oleh pemilihan-pemilihannya sendiri. Jenis fikirannya, dan jenis perbuatannya, yang dia pilih, menjadi kebiasaan-kebiasaannya, dan selanjutnya ini menentukan dia untuk menjadi manusia dengan watak-watak yang tertentu.

"Karma itu secara mutlak bersifat tidak mengenal belas kasihan, dan cara bekerjanya tidak pandang bulu. Sama keadaannya seperti sebuah cermin yang telah dibersihkan dengan sangat baik, itu mampu memantulkan pada permukaannya, gambar yang sebaliknya, hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, demikian juga "karma" itu dapat memberikan kepada orang yang melakukan perbuatan, akibat yang membalik, yang tepat sama dengan jenis perbuatan yang telah dilakukannya."

Yang tersebut dimuka tadi, sama seperti sabda Sang Buddha, sebagai berikut : "Tidak ada tempat untuk persembunyian di langit, atau di kedalaman dari samudera, pun juga tidak dapat dengan cara masuk ke dalam gua di sebuah gunung, atau juga di mana pun di Bumi ini, jika anda ingin menghindar dari terkena akibat dari buah perbuatan anda."

Cara untuk bebas dari 'karma' tidak dapat diajarkan, itu hanya dapat dihayati; tujuan tersebut hanya dapat dicapai dengan menghayati kebajikan-kebajikan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan didalam kehidupan. Setiap individu haruslah merasa perlu untuk dapat bebas dari ikatan karma. Didalam tangan kita sendirilah letak dari kekuatan pembentuk nasib kita sendiri. Orang-orang lain dapat menolong kita secara tidak langsung, tetapi kebebasan dari penderitaan, itu haruslah kita sendiri yang melakukannya, dan kita sendirilah yang haruslah menempa, dengan landasan diri kita sendiri pula.

Psychologi (= ilmu-jiwa)-nya Buddhis, mengungkapkan bahwa pada diri manusia itu terdapat kemungkinan-kemungkinan yang masih bersifat terpendam, dan potensi-potensi untuk mencapai kemungkinan-kemungkinan itu harus diperkembangkan dan direalisir, dengan usaha-usaha yang nyata. Manusia adalah merupakan kumpulan dari perbuatan-perbuatan yang baik dan yang jahat. Dia selalu mengalami perubahan, ke arah menjadi baik, atau menjadi jahat. Perubahan ini tidak dapat dihindari, dan tergantung sama sekali kepada perbuatan-perbuatannya sendiri, dan tidak tergantung kepada sesuatu yang lain. Dengan perbuatan-perbuatan kita, kita membentuk watak-watak kita, kepribadian kita, individual kita. Harus hanya melalui perbuatan-perbuatan kita sendiri saja, kita dalam berusaha untuk mengubah kembali diri kita, dan untuk memenangkan atau membebaskan diri kita, dari penderitaan-penderitaan.

Adalah keharusan kita sendiri untuk dapat hidup, adalah keinginan kita sendiri untuk dapat hidup, adalah ketergantungan kita kepada hiduplah, yang membuat permainan aksi dan reaksi, yang tak ada henti-hentinya ini, bergerak terus dengan tidak putus-putusnya. Selama kita gagal untuk melihat sifat yang sebenarnya dari hukum sebab dan akibat, sifat yang sebenarnya dari persebaban moral, selama itu pula masih terdapat keinginan dan ketidak-tahuan didalam diri kita, dan dengan demikian kita akan masih berkeadaan terikat kepada "Roda Kelahiran dan Kematian Secara Berulang-Ulang" itu. Apabila unsur penyebab dari sesuatu, telah dapat kita hancurkan maka secara automatis kemunculan unsur akibatnya, akan berhenti. Penderitaan akan menjadi lenyap, apabila akar-akar yang kecil-kecil dan bermacam-macam, dari penderitaan, telah dapat dilenyapkan. Seseorang, misalnya, yang membakar biji buah mangga, hingga menjadi abu, mengakibatkan berhentinya kekuatan pertumbuhan, dan biji buah mangga itu tidak akan pernah dapat menjadi sebuah pohon buah mangga. Itu sama keadaannya dengan yang terjadi pada sesuatu yang terkena persyaratan-persyaratan (= terkena kondisi-kondisi) dan yang terdiri dari komponen-komponen, apakah itu benda mati, atau makhluk hidup.

Sama seperti bahwa bayangan itu mengikuti bendanya, dan sama seperti bahwa asap itu muncul setelah ada api, demikian jugalah unsur akibat itu baru muncul, setelah ada unsur penyebabnya, dan penderitaan atau kebahagiaan itu muncul, setelah pada diri orang, ada fikiran dan perbuatan, yang bersifat buruk, atau baik. Tidak ada akibat-akibat disekeliling kita, di dunia ini, kecuali ada unsur-unsur penyebabnya, yang mungkin tidak tampak, atau belum terbabar, yang lalu mangejawantah (= manifest); dan bagaimana pun jenis penyebabnya, itu menghasilkan akibat-akibat, yang perbandingannya tepat sama dengan jenis-jenis penyebabnya. Orang-orang menuai hasil panenannya, yang berupa penderitaan, karena di masa yang lampau, yang waktunya dekat, atau jauh (di masa kelahirannya yang lampau), atau dalam kelahirannya yang sekarang ini, mereka pernah menanam benih kejahatan; dan orang-orang menuai hasil panenannya, yang berupa kebahagiaan, karena hal itu merupakan hasil perbuatan mereka di masa yang telah lalu, dalam menanam benih kebaikan-kebaikan.

  • "Seseorang yang bekerja sangat keras, mengerjakan tugasnya sebagai pelayan, mungkin saja, pada suatu ketika, didalam, kelahirannya yang akan datang, menjadi Pangeran yang baru.
  • Seorang Raja yang memerintah sebuah Kerajaan, mungkin saja, lalu dalam kehidupannya di dunia, pada kelahirannya yang akan datang, menjadi pengembara yang miskin, dengan pakaian compang-camping, karena dalam kehidupannya yang sekarang ini, Sang Raja telah berbuat sesuatu yang sangat buruk, dan telah melalaikan kewajibannya dalam berbuat kebaikan."

Biarlah seseorang mau bermeditasi terhadap ajaran tentang hukum sebab dan akibat ini, biarlah dia berusaha untuk memahaminya, dan semoga dia rajin menanam benih-benih kebaikan, dan rajin pula melenyapkan bintik-bintik kotor dari sifat-sifat jahatnya, yang terdapat didalam hatinya, yang merupakan hasil dari perbuatan-perbuatan jahatnya di masa kelahirannya yang lampau, bagaikan petani yang rajin melenyapkan rumput-rumput pengganggu tanaman di kebunnya.

KELAHIRAN KEMBALI

Kelahiran kembali, atau keadaan tetap hidup terus sesudah orang meninggal dunia (dan lalu pada suatu ketika terlahirkan lagi di dunia), diterima sebagai fakta kehidupan, didalam Agama Buddha. Energi atau kekuatan yang terkumpul ini berlanjut terus untuk memanifestasikan diri pada kesadaran di berbagai lapisan alam lainnya. Menurut hukum konservasinya energi dan hukum bahwa zat itu tidak dapat dihancurkan, kita yakini bahwa didalam proses kelahiran kembali, itu tidak ada sesuatu yang hilang. Vitalitas atau kekuatan karma yang lenyap dari tubuh kita, itu lalu (didalam kelahiran kembali) memulai cyclus pengambilan tubuh, yang baru.

Kekuatan karma tersebut adalah aliran kehidupan (= santati = life flux) yang berlanjut terus dalam mencari jalan untuk memanifestasikan dirinya, dari satu alam kehidupan ke alam kehidupan berikutnya, dan energi karma ini didukung oleh kekuatan keinginan (untuk hidup). Ini adalah kekuatan karma yang sifatnya tidak nampak.

'Karma' adalah suatu bentuk energi, yang kita bawa dari kehidupan yang satu (kelahiran yang satu) ke kehidupan (kelahiran) yang berikutnya yang bersifat 'kusala' dan 'akusala', yaitu yang sifatnya baik dan buruk. Apabila kita telah meninggal dunia, materi karma kita, berubah didalam bentuk energi, sampai dicapainya rahim yang bersesuaian, dimana telur (= ovum) dan mani (= sperma) bergabung, untuk memvitalisasikannya. Sang Ayah dan Sang lbu hanya menyediakan materi untuk kehidupan makhluk yang baru. Faktor karma atau kekuatan individual (vinnana, atau kesadaran kelahiran kembali) adalah keadaan yang mengkondisikan, mempersyarati, suatu kehidupan yang baru. Ini tidak menyangkal keterangan dari ilmu pengetahuan (= science) tentang genetika, yang menerangkan bahwa anak itu mewarisi ciri-ciri dari orang tuanya dan sanak keluarganya yang dekat. Seorang anak itu juga dibentuk oleh lingkungan sekitar sosial, tetapi semuanya itu dikondisikan oleh "karma"-nya.

Didalam Agama Buddha, diterangkan bahwa terdapat lima dunia kehidupan, yang berkeadaan berbeda yang satu dengan yang lainnya, dan oleh karena itu, memungkinkan terdapatnya lima jalan untuk kelahiran kembali. Adapun ke-lima alam kehidupan itu adalah : alam kehidupan hewan, alam kehidupan roh (yang dinamai "spirit' atau "ghost"), alam neraka, alam kehidupan manusia, dan alam "sakkaloka" atau surga.

ILMU PENGETAHUAN GENETIKA

Ilmu Genetika adalah studi mengenai physiology tentang reproduksi (menurunkan jenis, mempunyai keturunan) dan ketrampilan mengembang-biakkan tanam-tanaman dan hewan-hewan.

Semua warisan (= heredity) itu ditransmisi-kan (= diliyerkan) dari satu generasi ke generasi berikutnya, melalui cel-cel sex yang sangat kecil, yang dinamai sperm (= mani, pada pria) dan ova (= telur, pada wanita). Kedua cel itu bergabung didalam rahim, untuk membentuk telur yang dibuahi, yang tumbuh menjadi foetus (= janin bayi) dan akhirnya lahirlah seorang bayi.

Ayah dan ibu itu keduanya penting didalam transmisi, atau peliyeran, warisan. Inti-inti dari cel-cel sex itu berisi chromosome-chromosome, dan setiap sperma manusia itu berisi 24 chromosome, separo (= setengah) dari jumlah itu berisi cel-cel yang normal, dan jumlah ini bervariasi pada hewan-hewan lainnya dan pada tanam-tanaman.

Fertilisasi atau pembuahan itu terdiri dari bergabungnya inti sperma dengan inti ovum. Cel telur yang telah dibuahi ini lalu membagi dua, lalu menjadi empat, lalu menjadi delapan, dan akhirnya menjadi bilyunan cel-cel tubuh orang dewasa. Gregor Johann Mendel meng-identifikasi-kan unit-unit warisan sebagai gene-gene. Kita dapati unit-unit kehidupan didalam chromosome-chromosome dan didalam molekul yang wujudnya sangat kecil. Setiap ciri yang tampak pada tanaman-tanaman dan pada hewan-hewan itu mempunyai gene-gene, yang seperti telah dikatakan dimuka, itu dibawa chromosome-chromosome, yang terdapat didalam inti-inti dari semua cel kehidupan. Mendel telah menemukan hukum pewarisan, sebagai berbanding 3 dan 1, pada tanaman-tanaman dan pada hewan-hewan. Beliau juga telah menemukan gene-gene yang dinamai yang bersifat dominant dan yang bersifat recessive. Eksperimen klassik beliau telah menolong memperkuat theori-theorinya Charles Darwin, mengenai : asal dari jenis-jenis (= the origin of species), sekesi alamiah (= the natural selection). Dan tentang "Perjuangan untuk dapat tetap hidup dengan jalan mengadakan penyesuaian-diri, siapa yang kuat akan dapat tetap hidup terus" (= the survival of the fittest in the struggle for existence).

Sekarang telah diketahui bahwa gene-gene itu memisah diri menjadi separo (= setengah) dari jumlah mereka didalam cel-cel sex (sperma dan ovum), dan dinamai haploid-haploid dan menggabung kembali didalam telur yang sudah dibuahi, untuk membentuk suatu complement yang lengkap dari gene-gene, seperti cel-cel orang tuanya (= induknya).

Oleh karena itu anak-anak didalam sesuatu keluarga menjadi tampak serupa. Tetapi dari sudut moral, intelleklual, dan emosional, kemiripan mereka itu dapat sangat dekat, atau sangat jauh. Inilah yang dimaksudkan dengan 'karma' yang dikondisikan, yang dipersyarati. Orang tua yang tinggi intelleknya, dapat menurunkan anak-anak yang bodoh, atau sebaliknya, tergantung dari, 'karma' orang tuanya, dan 'karma' anak-anaknya.

Terdapat studi yang sangat menarik terhadap anak-anak kembar, yaitu studi terhadap anak-anak kembar, yang dilahirkan dari telur-telur yang dibuahi secara terpisah, dengan studi terhadap anak-anak kembar, yang dilahirkan dari satu telur yang dibuahi, yang menghasilkan dua anak kembar. Adalah bersifat alamiah bagi anak kembar, yang dilahirkan dari telur-telur yang dibuahi secara terpisah, yang hasilnya menunjukkan kesamaan warisan (= hereditary) yang berkeadaan berbeda, sebagai saudara-saudara perempuan dan saudara-saudara laki-laki yang biasa. Tetapi itu tidak benar bagi anak kembar dua yang identik, yang dilahirkan dari satu telur yang dibuahi dan lalu menjadi dua anak kembar.

Telah diselidiki oleh team sarjana besar - yaitu : Newman, Freeman, dan Holzinger dari Universitas Chicago yang termasyhur itu -, bahwa setelah anak kembar dua dari satu telur itu tumbuh menjadi besar, mulai tampak terdapat perbedaan-perbedaan diantara mereka itu. Yang satu mungkin berat tubuhnya sedikit lebih dari yang satunya; yang satu mungkin lebih cepat pandai didalam belajar, dari pada yang satunya; yang satu bersifat mudah marah atau mudah tersinggung dari pada yang satunya. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa ada perbedaan, memisahkan diri, tidak lagi tetap berkeadaan sama, sebagai yang sama-sama berasal dari genetica dari anak kembar yang identik, itu adalah karena itu dikondisikan, dipersyarati, oleh 'karma', - hal ini merupakan suatu faktor yang tak dapat dihindarkan.

REFERENSI.

- Baptist, Egerton C.

The Supreme Science of the Buddha, Ceylon, 1954

- Carter, C.O

Human Heredity, Pelican, 1969.

- Dahlke, Paul

Buddhist Essays, Ceylon, 1961.

- Dunn & Dolzhansky

Heredity, Race and Society, Mentor Book, 1960.

http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=902&multi=T&hal=0

2003

MUNCULNYA ALIRAN DALAM BUDDHISME

MUNCULNYA ALIRAN DALAM BUDDHISME

Oleh; Murniati

I. LATAR BELAKANG

Setiap agama yang berkembang dalam masyarakat mempunyai ciri khas masing-masing, demikian juga dengan agama Buddha. Agama Buddha yang berkembang dalam masyarakat terdiri dari banyak aliran. Setiap aliran dalam Buddhisme mempunyai corak masing-masing. Munculnya aliran dalam Buddhisme masih simpang siur. Hal ini disebabkan karena banyak sumber yang membahas tentang munculnya aliran dalam Buddhisme. Aliran-aliran dalam Buddhisme muncul karena adanya beberapa pandangan. Beberapa sumber mengatakan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme dikarenakan perbedaan vinaya yang dianut oleh masing-masing aliran. Sumber lain mengatakan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme dikarenakan perbedaan interpretasi terhadap Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa pandangan mengenai munculnya aliran dalam Buddhisme.

II. PEMBAHASAN

Munculnya aliran dalam Buddhisme dikarenaka adanya beberapa faktor. Faktor pertama adalah adanya perbedaan penafsiran tentang Dhamma yang disampaikan oleh Sang Buddha. Penafsiran tentang Dhamma yang berbeda-beda dikarenakan bahwa pemahaman setiap orang mengenai sesuatu yang dipelajari berbeda-beda tergantung pada pemahaman individu tersebut. Faktor lain yang terdapat dalam beberapa sumber mengatakan bahwa muncul aliran dalam Buddhisme dikarenakan perbedaan tentang vinaya yang dianut oleh para Bhikkhu. Perbedaan tersebut dikarenakan Sang Buddha pernah mengatakan bahwa vinaya minor dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Kedua faktor inilah yang menyebabkan munculnya aliran dalam Buddhisme.

Beberapa pandangan mengenai munculnya aliran dalam Buddhisme diungkapkan oleh para tokoh dan aliran agama Buddha, antara lain:

· Pandangan Theravada dalam kitab Dipavamsa dan Mahavamsa

Dalam kitab Dipavamsa dan Mahavamsa menyebutkan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme setelah adanya konsili II, yang diadakan di Vesali pada masa pemerintahan raja Kalasoka. Perpecahan aliran tersebut dikarenakan adanya perpedaan mengenai vinaya Minor dan vinaya mayor. Hal tersebut dikarenakan suku Vajji telah melanggar vinaya, sedangkan mereka menganggap bahwa 10 hal yang mereka jalankan adalah termasuk vinaya minor sehingga mereka boleh melanggarnya.

Dalam kitab Dipavamsa dan Mahavamsa disebutkan bahwa setelah konsili II para bhikkhu yang tetap ingin mempertahankan keaslian vinaya membentuk aliran sendiri yang disebut dengan aliran Sthaviravada, sedangkan aliran yang menganggap bahwa vinaya vinor dapat diubah, membentuk aliran yang disebut dengan Mahasangika (aliran yang besar). Hal inilah yang menunjukkan bahwa aliran dalam Buddhisme muncul setelah konsili II. Kedua aliran yang dikatakan pecah setelah konsili II, kemudia pecah menjadi 18 aliran (Priastana, 1999: 18). Aliran Sthaviravada pecah menjadi 10 aliran1, sedangkan Mahasangika pecah menjadi 8 aliran2. Munculnya aliran dalam Buddhisme setelah konsili II ini masih menjadi kontroversi. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam Cullavagga bab VII menyebutkan bahwa konflik yang terjadi dalam konsili kedua dapat terselesaikan. Jadi menurut Cullavagga bab VII setelah konsili kedua perpecahan aliran belum terjadi.

· Catatan Hsuen-Tsang

Dalam recordnya Si-yu-ki mengatakan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme setelah adanya konsili I. Ia mengatakan bahwa para bhikkhu yang tidak mengikuti konsili pertama, mengadakan konsili sendiri. Seratus ribu bhikkhu yang tidak terlibat dalam konsili pertama mengadakan konsili tersendiri dan membentuk kelompok tersendiri. Jadi menurut catatan Hsuan-Tsang munculnya aliran dalam Buddhisme adalah setelah konsili pertama, yaitu para bhikkhu yang mengikuti konsili pertama membentuk kelompok sendiri dan para bhikkhu yang tidak terlibat dalam konsili pertama juga membentuk kelompok sendiri.

· Literatur Tibet oleh Bhavya dalam bukunya Kayabhe trovibhanga.

1. Bhavya mengatakan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme sekitar 100 tahun setelah Sang Buddha Parinibbana, yaitu pada saat raja Asoka memerintah di Kusumapura. Pada saat itu terjadi agama Buddha pecah menjadi dua aliran yaitu aliran Sthaviravada dan aliran Mahasangika, akan tetapi tidak diketahui secara rinci penjelasan selanjutnya. Kemudian sekitar 137 tahun Sang Buddha parinibbana. Pada waktu itu ada dua raja yaitu raja Nanda dan raja Mahapadma yang mengadakan konsili di Pataliputta. Konsili tersebut banyak menyelesaikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan yang diungkapkan oleh Naga, Stiramati, Bahu Srutiya, berkenaan dengan 5 hal yang dianggap sesuai dengan Dhamma. Kelima hal tersebut adalah:

a. Arahat masih ada nafsu

b. Arahat masih mempunyai avijja

c. Arahat masih dapat memiliki keragu-raguan

d. Arahat dapat mencapai Nibbana melalui bantuan orang lain

e. Seseorang saat bermeditasi dapat memunculkan kata-kata tertentu dapat mencapai kondisi Sotapanna, sakadagami, anagami, dll.

Para bhikkhu yang tidak menyetujui hal tersebut kemudian membentuk aliran yang disebut dengan Sthaviravada, sedangkan para bhikkhu yang menyetujui hal tersebut membentuk kelompok dengan nama Mahasangika.

2. Dalam Mahavibhasa Sastra dikatakan bahwa pada saat itu seorang brahmana yang melakukan tika anantariya kamma pergi ke pataliputta dan di-upasampada dengan nama Mahadeva. Beliau mengaku sebagai seorang arahat dan ia mengemukakan tentang 5 hal yang berkaitan dengan seorang arahat yang dianggap sesuai dengan Dhamma. Kemudian untuk membuktikan apakah ia seorang arahat raja menyuruh semua bhikkhu untuk naik ke perahu. Kemudian dikatakan bahwa perahu bocor sehingga para Arahat yang asli kemudian pergi ke Kasmir membentuk aliran Sthaviravada, sedangkan para bhikkhu yang selamat membentuk kelompok sendiri dengan nama Mahasangika di Pataliputta. Menurut catatan Hsuen-Tsang dikatakan bahwa setelah 100 tahun Sang Buddha meninggal terjadi peristiwa seperti yang tertuang dalam Mahavibhasa sastra, akan tetapi hal tersebut bukan merupakan faktor pecahnya aliran dalan Buddhisme.

· History of Buddhisme in India and Tibet by Bu-Ston

1. Dikatakan bahwa aliran dalam Buddhisme muncul setelah 160 tahun Sang Buddha parinibbana. Pada saat itu raja Asoka memerintah di Kusuma Vistara. Hal tersebut di karenakan perbedaan bahasa yang digunakan. Terdapat empat bahasa yang digunakan pada saat itu. Bahasa tersebut, yaitu bahasa Sanskerta, bahasa Trakit, bahasa Apabramsa, dan bahasa Paisachi yang mirip dengan bahasa pali. Perbedaan bahasa tersebut mengakibatkan perbedaan pemahaman terhadap Dhamma. Sehingga memunculkan aliran dalam Buddhisme.

2. Vasumitra

Mengatakan bahwa pecahya aliran dalam Buddhisme dikarenakan adanya lima hal yang dianggap sesuai dengan Dhamma, yaitu:

  1. Arahat masih mempunyai nafsu
  2. Arahat masih mempunyai kebodohan
  3. Arahat masih mempunyai keragu-raguan
  4. Arahat dapat mencapai Nibbana karena bantuan orang lain
  5. Seseorang saat bermeditasi dapat memunculkan kata-kata tertentu dapat mencapai kondisi Sotapanna, sakadagami, anagami, dll.

Kelompok yang tidak menyetujui hal tersebut kemudian membentuk kelompok sendiri yaitu Sthaviravada, sedangkan kelompok yang setuju dengan kelima hal tersebut membentuk kelompok tersendiri yang disebut dengan Mahasangika.

III. KESIMPULAN

Setelah memahami penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pecahnya aliran atau munculnya aliran dalam Buddhisme tidak dapat diketahui secara pasti, melainkan melalui proses yang sudah ada sejak awal. Hal tersebut dapat diketahui bahwa banyak pandangan yang menyebutkan sejarah munculnya aliran dalam Buddhisme antara lain, menurut pandangan Theravada dalam kitab Dipavamsa dan kitab mahavamsa, menurut catatan Hsuen-Tsang, Literatur Tibet oleh Bhavya dalam bukunya Kayabhe trovibhanga terdapat tiga versi menculnya aliran dalam Buddhisme, yaitu sekitar 100 tahun setelah Sang Buddha parinibbana, sekitar 137 tahun setelah Sang Buddha parinibbana, dan yang terdapat dalam Mahavibhasa sastra, History of Buddhisme in India and Tibet by Bu-Ston. Perpecahan aliran menurut Bu-ston pecahnya aliran sekitar 160 tahun setelah Sang Buddha parinibbana dan juga menyebutkan bahwa pecahnya aliran menurut Vasumitra. Hal tersebut menunjukkan bahwa munculnya aliran dalam Buddhisme sebenarnya tidak dapat diketahui secara pasti. Menurut beberapa pandangan tersebut juga dapat diambil kesimpulan bahwa pecahnya aliran dala Buddhisme dikarenakan perbedaan interpretasi terhadap Dhamma.

Referensi:

ü Rashid, Teja S. M. 1997. Sila dan Vinaya. Jakarta: Penerbit Buddhis BODHI

ü Priastana, Jo. 1999. Pokok-Pokok Dasar Mahayana. Jakarta: Yasodhara Puteri