Cari Blog Ini

08 Februari 2009

agama Buddha dan ilmu pengetahuan

Analisis Agama Buddha Terhadap Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1121). Sang Buddha menjelaskan dalam Canki-sutta (Majjhima Nikaya), pengetahuan yang diperoleh berdasarkan kepercayaan atau keyakinan (Saddha), kesukaan atau kecintaan (Ruci), wahyu atau tradisi yang turun temurun (Anusava), pandangan sepintas (Ditthinilhanakhanti) dan logika atau penalaran (Atakkaparivittaka) adalah bisa benar bisa salah (Filsafat Buddha, 1986: 15). Sang Buddha menganjurkan untuk tidak mempercayai pengetahuan yang berdasarkan atas kelima hal tersebut karena bisa menimbulkan sikap dogmatis dalam diri seseorang. Dalam Kalama sutta (Anguttara Nikaya), Sang Buddha berkata pada suku Kalama jangan saja mengikutu tradisi lisan, ajaran turun temurun, kata orang, koleksi kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah memikirkannya, pembicaraan yang kelihatannya meyakinkan, atau karena seorang guru. (Woodward, 2000: 187).

Dalam Vimamsaka sutta (Majjhima Nikaya) terdapat sepuluh hal yang biasanya dijadikan sumber pengetahuan, yaitu Anussavena (tradisi yang turun temurun), Paramparaya (ajaran yang tak terputuskan), Itikiraya (kabar angin atau desas desus), Pitakasampadaya (kitab suci), Bhavyarupataya (anggapan bahwa pendapat seseorang pasti benar), Samano no garu (pendapat guru adalah benar), Takkahetu (logika), Nayahetu (penalaran), Akaraparivittakena (logika), dan Ditthinijjhanakkhatiya (pandangan sekilas).

Dalam menemukan pengetahuan, terdapat tiga hal yang menjadi asal-usul pengetahuan yaitu

1. Tradisionalis (anusavika)

Penganutnya adalah kaum Brahmanisme berdasarkan kitab Veda.

2. Rasionalis (Takkavimamsi)

Berdasarkan dari pemikiran, intuisi atau logika, penganutnya adalah kaum upanisad.

3. Empiris (pengetahuan dibuktikan dengan panca indera)

Penganutnya adalah kaum upanisad belakangan dan juga agama Buddha (empiris dan Ekstrasensori).

Agama Buddha menjelaskan bahwa pengetahuan yang sah bukan hanya menggunakan empiris tetapi juga menggunakan ekstrasensori (Abhinna). Dan juga pengetahuan tersebut membawa kepada pembebasan (emancipating knowledge). Agama Buddha tidak menganut pandangan tradisionalis karena kaum tradisionalis berpandangan dogmatis (berdasarkan kitab veda). Sang Buddha mengkritik penalaran atau rasionalis dalam Atthakavagga (Suttanipata) dan Sagatha sutta (Majjhima Nikaya). Sang Buddha mengatakan bahwa orang-orang cenderung berspekulasi untuk menemukan kebenaran, hal tersebut adalah tidak memuaskan. Tetapi sang Buddha juga menggunakan rasionalitas dalam Apannaka Sutta bahwa meskipun kita tidak tahu masa yang akan datang bila berbuat baik maka akan aman didunia ini dan yang akan datang. Itu merupakan bukti bahwa sang Buddha juga menggunakan logika atau penalaran.

Agama Buddha lebih cenderung pada empirisme yaitu suatu paham yang berlandaskan pada pengalaman indria dan persepsi ekstrasensori. Dalam hal ini Agama Buddha mengenal lima macam pengetahuan yang dapat membawa pada tujuan akhir yaitu sanna, vinnana, abhinna, parinna dan panna.

Ø SANNA (pencerapan, ingatan)

Sanna dibagi menjadi enam macam yaitu Rupa-sanna (pencerapan terhadap obyek bentuk), Sadda-sanna (pencerapan terhadap obyek suara), Gandha-sanna (pencerapan terhadap obyek bentuk), Rasa-sanna (pencerapan terhadap obyek rasa), Photthabba-sanna (pencerapan terhadap obyek kesan sentuhan), Dhamma-sanna (pencerapan terhadap obyek kesan pikiran). Sanna cenderung mengacu pada persepsi indria yang kontak dengan obyeknya sehingga menimbulkan pencerapan / ingatan terhadap sesuatu.

Ø VINNANA (kesadaran)

Vinnana dibagi menjadi enam macam yaitu Cakkhu-vinnana (kesadaran mata, timbul dengan adanya kontak antara mata dengan obyek bentuk), Sota-vinnana (kesadaran telinga, timbul dengan adanya kontak antara telinga dengan obyek suara), Ghana-vinnana (kesadaran hidung, timbul dengan adanya kontak antara hidung dengan obyek bau), Jivha-vinnana (kesadaran lidah, timbul dengan adanya kontak antara lidah dengan obyek rasa), Kaya-vinnana (kesadaran jasmani, timbul dengan adanya kontak antara jasmani dengan obyek sentuhan), Mano-vinnana (kesadaran batin, timbul dengan adanya kontak antara pikiran dengan obyek kesan pikiran).Vinnana berkaitan erat dengan sanna, keduanya saling berhubungan karena pencerapan tidak muncul tanpa adanya kesadaran.

Ø ABHINNA (kekuatan batin)

Abhinna dibagi menjadi enam macam yaitu Iddhividhanana (kekuatan magis/ perbuatan keajaiban secara jasmani), Dibbacakkhunana (mata dewa/batin, kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan kesanggupan melihat muncul lenyapnya mahluk-mahluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya), Dibbasotanana (telinga dewa/batin, kemampuan untuk mendengar suara-suara mahluk dari alam lain), Cetopariyanana (kemampuan untuk membaca pikiran mahluk lain), Pubbenivasanussatinana (kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau), dan Asavakkhayanana (kemampuan untuk menghilangkan kekotoran batin) disebut juga sebagai Lokuttara-abhinna sedangkan lima lainnya disebut Lokiya-abhinna,. Sang Buddha mempunyai keenam abhinna ini yang diperoleh dengan meditasi samatha bhavana mencapai jhana dan meditasi vipassana bhavana.

Ø PARINNA (tingkat pengetahuan / pengertian)

Parinna dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu Nata-parinna (pengetahuan analisa) yaitu pengetahuan tentang pancakhandha melalui metode analisa dan membagi atau memisahkan faktor-faktor bagian dari keseluruhan kesatuan. Tirana-parinna (pengetahuan perenungan/ kontemplasi), yaitu kesadaran yang memungkinkan seseorang memahami ciptaan-ciptaan sebagai keadaan yang didasari oleh tiga corak umum. Pahana-parinna (pengetahuan peninggalan), menyatakan pada keadaan dimana seorang siswa menetapkan pikirannya untuk meninggalkan kemelekatan keinginan pada kelompok kehidupan itu.

Ø PANNA (kebijaksanaan)

Panna dibagi menjadi tiga macam yaitu Cintamaya-panna (kebijaksanaan timbul melalui pemikiran, perenungan tentang sebab dan akibat), Sutamaya-panna (kebijaksanaan timbul melalui pendengaran, mendengar pelajaran dan kotbah), Bhavanamaya-panna (kebijaksanaan tinbul melalui bhavana/ meditasi).

Referensi:

Ø Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ø Woodward, F.L.2000. The Book of the Gradual Sayings (Anguttara Nikaya) Vol.II. Oxford: Pali Text Society.

Ø Kalupahana, D.J.1986. Filsafat Buddha (Sebuah Analisis Historis). Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar